PERKEMBANGAN RISET DALAM STUDI LIVING HADIS DI INDONESIA
Sebagaimana yang telah kita ketahui bahwa living hadis, jika ditinjau sebagai sebuah studi mandiri, merupakan disiplin ilmu yang baru. Namun demikian, living hadis sebenarnya telah ada dan menjadi praktik tradisi keagaman masyarakat di mana pun, terlebih di Indonesia, meski masyarakat pada umumnya tidak sadar bahwa mereka melakukan praktik keagamaan yang berlandaskan dari teks. Menurut Zuhri, term living hadis (juga living al-Qur'an) di Indonesia dipopulerkan oleh dosen-dosen Prodi Tafsir Hadis Fakultas Ushuluddin, UIN Sunan Kalijaga. Ini ditandai dengan kemunculan buku yang berjudul Metodologi Penelitian Living Qur'an dan Hadis yang ditulis oleh Sahiron Syamsuddin dan dosen-dosen di prodi tersebut (Zuhri dan Dewi, 2018: 8). Dari sini kiranya term living hadis mulai dikenal atau tersebar ke berbagai daerah di Indonesia.
Perkembangan kajian living
hadis mengalami kemajuan dan perkembangan yang cukup signifikan dari tahun ke
tahun. Banyak penelitian-penelitian ilmiah, seperti jurnal dan skripsi, dalam
bidang kajian ini bermunculan dalam beberapa tahun terakhir. Salah satu data yang
dapat digunakan sebagai bukti perkembangan ini adalah hasil riset yang dilakukan
oleh Saifuddin Zuhri dan Subkhani Kusuma Dewi. Dari 62 skripsi yang mengambil
tema kajian hadis (yang ditulis dalam rentang waktu 2013-2017) secara umum, terdapat
8 buah skripsi yang secara khusus membahas living hadis (Zuhri: 56).
Perkembangan kajian living
hadis pun tidak hanya dilihat dari segi kuantitasnya. Terjadi evolusi mengenai
kajian living hadis. Pada beberapa skripsi yang ditulis tahun 2013-2014, living
hadis disebut sebagai sebuah metode. Dengan demikian, kajian living hadis
bertujuan untuk menyingkap praktik atau ritual yang ada di masyarakat sebagai sebuah
fenomena sosial. Semantara itu pada tahun 2016-2017, living hadis dipandang sebagai
sebuah teori, bukan metode. Karenanya, penekanan yang dianalisis terhadap objek
penelitiannya pun berbeda. Dalam rentang waktu ini, atau living hadis sebagai sebuah
teori, fokus kajiannya diarahkan pada resepsi masyarakat terhadap hadis yang menjadi
landasan praktik keseharian masyarakat (Zuhri: 57). Demikian beberapa skripsi yang
dapat ditemukan oleh Zuhri dan Dewi. Kemungkinan masih banyak skripsi lain yang
secara khusus membahas living hadis, sebab Zuhri dan Dewi hanya mengumpulkan
data skripsi living hadis yang ada di UIN Sunan Kalijaga.
Sebagaimana dijelaskan pada
tulisan sebelumnya, kita ketahui bahwa living hadis tidak sekedar menggunakan
teori-teori keilmuan hadis, tetapi juga menggunakan teori-teori sosial untuk membantu
penelitian. Penggunaan teori sosial tokoh sering digunakan dalam hal ini. Dari
delapan skripsi yang disebutkan di atas, terdapat beberapa teori tokoh yang dijadikan
sebagai pendekatan. Di antara beberapa teori tokoh yang digunakan adalah Emile
Durkhiem, Koentjaraningrat, Karl Manheimn, dan Pierre Bourdieu (lihat tabel pada
hal. 59-61 dalam Zuhri). Sekali lagi ini menunjukkan bahwa living hadis
merupakan salah satu cabang ilmu yang terintegrasi dengan ilmu sosial.
Pun demikian dengan penelitian ilmiah lainnya.
Selain skripsi, banyak jurnal-jurnal yang ditulis dengan mengambil tema living
hadis sebagai objek penelitian. Bahkan, Program Studi Ilmu Hadis Fakultas Ushuluddin
dan Pemikiran Islam UIN Sunan Kalijaga secara khusus memberikan nama jurnalnya dengan
Living Hadis. Dengan berbagai macam kata kunci yang digunakan untuk menelusuri
jurnal-jurnal terkait living hadis, setidaknya terdapat 14 artikel yang ditemukan
oleh Zuhri (Zuhri: 62). Jumlah tersebut bisa saja jauh dari kata kurang dari
keseluruhan artikel yang membahas living hadis. Salah satu alasannya adalah
bahwa Zuhri hanya menggunakan kata yang secara eksplisit memuat kata “living”,
sedangkan kemungkinan ada artikel yang membahas living hadis dengan tanpa
menyertakan kata “living” dalam judulnya.
Namun, tentunya terdapat
perbedaan antara skripsi dan artikel dalam membahas living hadis. Berbeda dengan
penulisan skripsi yang baku, karena terdapat kaidah yang mengikatnya, artikel
ditulis secara lebih bebas, sesuai kehendak penulisnya bagaimana cara
menyajikannya. Selain itu, pada umumnya living hadis dalam skripsi menggunakan
teori sosial tertentu dalam menganalisis praktik keagamaan masyarakat. Sedangkan
dalam jurnal, banyak ditemui artikel yang tidak menggunakan teori sosial untuk analisis
data, seperti artikel yang berjudul Tradisi Qunut dalam Shalat Magrib dan
Living Sunnnah Jama’ah al-Syahadatain. (Zuhri: 67).
Maka, dapat kita lihat
bahwa living hadis sebagai sebuah kajian mandiri telah mengalami perkembangan yang
cukup signifikan dari waktu ke waktu. Beberapa artikel dan skripsi menjadi
bukti perkembangan kajian ini. Bahkan, dapat kita lihat bagaimana living hadis
juga berkembang dari sebagai sebuah metode menjadi sebuah teori. Dan semoga
kajian living hadis akan selalu berkembang dari waktu ke waktu.
Sumber Bacaan:
Zuhri, Saifuddin dan Subkhani Kusuma Dewi. Living Hadis: Praktik, Resepsi, Teks, dan Transmisi. Yogyakarta: Q-Media. 2018.
Wah, jurnal living hadis
BalasHapus