Review Bedah Buku “ISLAM” Karya Fazlur Rahman

Hasil gambar untuk buku Islam fazlur Rahman


Dalam tulisan ini saya hanya akan membahas beberapa poin penting hasil diskusi bedah buku Islam Fazlur Rahman yang dibedah oleh Prof. A. Syafii Maarif, selaku narasumber utama sekaligus murid langsung dari Fazlur Rahman, dan Dr. Abdul Mustaqim pada hari kamis tanggal 23 Maret 2017 yang lalu.

Abdul Mustaqim
            Abdul Mustaqim membuka diskusi dengan menjelaskan mengenai kesulitannya memahami isi kandungan buku Islam Fazlur Rahman. Perlu mengulang-ulang bacaan agar dapat mengerti maksud yang diinginkan oleh Rahman, panggilan untuk Fazlur Rahman. Hal serupa juga disampaikan sebelumnya oleh Ahmad Rafiq, selaku Direktur LSQH, bahwa buku Islamnya Rahman adalah buku yang berat. Abdul Mustaqim menjelaskan isi kandungan buku Islam ini adalah sebagai bantahan terhadap orientalis yang mengatakan bahwa Nabi Muhammad adalah seorang yang hypersex dan Islam adalah agama yang menyukai perang.
            Dalam buku Islam, Rahman membantah orientalis yang menyebut Nabi Muhammad sebagai seorang yang hypersex dengan menjelaskan rentang waktu Nabi monogami dan poligami, mana di antara keduanya yang lebih lama. Selain itu, Abdul Mustaqim juga menjelaskan keadaan-keadaan wanita yang Nabi nikahi saat poligami, yaitu para janda-janda yang ditinggal mati suami mereka karena syahid di medan perang, bukan para gadis muda. Kemudian dengan nada goyon, Abdul Mustaqim memperingatkan kepada para lelaki yang ingin poligami dengan alasan sunnah Nabi agar menikahi wanita-wanita yang juga janda terlebih dahulu.
            Dalam buku itu juga Rahman membantah bahwa Islam adalah agama yang menyukai peperangan. Abdul Mustaqim menjelaskan bahwa Nabi sangat terpaksa untuk melakukan perang dengan orang-orang non-muslim. Hal ini dapat dilihat dengan dibuatnya Undang-Undang yang diberi nama Piagam Madinah. Isi Piagam Madinah jelas keinginan Nabi agar kehidupan antara muslim dan non-muslim berjalan damai. Namun, karena orang-orang non-muslim pada saat itu tetap ngeyel, maka dibolehkanlah adanya peperangan dalam Islam. inilah yang melatarbelakangi turunnya ayat ke-93 surah al-Hajj yang isinya adalah kebolehan untuk berperang. Dalam redaksi ayat tersebut juga disebutkan bahwasanya perang hanya dibolehkan jika kaum muslimin disakiti.

Syafii Maarif
            Membuka pembicaraannya, Syafii Maarif menyebutkan bahwa Rahman adalah seorang pemikir Islam yang sangat serius, tajam dan berani. Ia dengan tegas mengkritik ulama-ulama yang Ia anggap terlalu fanatik terhadap satu golongan Islam tertentu sehingga menolak segala pemikiran yang berlainan dengan pemikiran mereka. Keberanian Rahman ini membuat Ia diancam dengan hukuman mati di Pakistan da membuat Ia imigrasi ke Amerika. Meski demikian, ketika Rahman mengajar murid-muridnya yang kebanyakan non-muslim, Ia tidak pernah sekali pun mengajak agar murid-muridnya masuk Islam. Sebagai seorang guru, Ia hanya menyampaikan al-Qur’an dan tafsir apa adanya. Menanggapi pemikiran Rahman, Hoffman berpendapat bahwa mungkin saja Islam akan berkembang di Barat karena terbuka akan pemikiran-pemikiran yang beragam.
 Keprihatinan Rahman sebenarnya berawal dari kenyataan dunia yang pada saat ini jauh dari nilai-nilai moral Islami. Rahman menyebut bahwa al-Qur’an sebenarnya mengajak kita untuk berpikir bebas, tak terpaku pada satu teologi tertentu. Maka ketika ditanya mengenai negara Islam bagaimanakah yang dikehendaki Rahman, Buya Syafii pun menjawab bahwa negara Islam yang dikehendaki oleh Rahman adalah negara Islam yang rahmatan lil ‘alamin.
            Nampaknya problem inilah yang menjadi keprihatinan terbesar Rahman. Rahman berpendapat bahwa muslim-muslim sekarang belum mampu menjadi rahmatan lil ‘alamin bagi dunia, bahkan jika kita lihat lebih jauh, peperangan-peperangan yang terjadi adalah konflik yang ditimbulkan oleh sesama golongan Islam. Negara Islam seperti Arab Saudi, Iran, Libya, dan lain sebagainya telah hancur bukan hanya karena serangan musuh dari luar, melainkan juga ada problem dari dalam Islam mereka itu sendiri yang menyebabkan mudahnya mereka dihancurkan. Buya Syafii menyebut bahwa awal dari semua itu barangkali adalah sikap mereka yang tidak terbuka terhadap pemikiran-pemikiran dari luar (baca: anti). Islam mereka hanya satu, yaitu harus sesuai dengan teologi-teologi yang mereka sepakati. Mereka yang hanya terpaku pada satu pemikiran kemudian akan mudah terpancing jika ada pemikiran lain yang berbeda dengan pemikiran mereka, bukan hanya pemikiran Barat yang nota benenya non-muslim, melainkan juga pemikiran Islam dari golongan lain yang berbeda dengan teologi mereka. Dengan demikian, konflik-konflik yang terjadi di negara Islam bukan antara muslim dan non-muslim, melaikan kebanyakannya antara umat Islam itu sendiri. Oleh karena itu, Buya Syafii kemudian mengajak kita untuk sama-sama meneliti ulang beberapa hadis. Di antaranya adalah hadis menegenai golongan Islam yang terpecah menjadi 73 golongan dan hadis tentang pemimpin yang berasal dari kabilah Quraisy.

Komentar

Postingan Populer