Jamaah Tabligh: Fokus Tabligh dan Kitab
Sebagaimana yang telah diketahui oleh banyak orang, Jamaah Tabligh (selanjutnya
hanya disebut JT) menggunakan kitab Fadha’il al-A’mal sebagai bahan
dalam menyampaikan petunjuk Islam (tabligh). Bagi JT, tabligh merupakan
salah satu kewajiban ibadah yang paling dasar.
Kuatnya tradisi tabligh
dengan menggunakan kitab pegangan didukung dengan posisi sentral penerbit
buku-buku mereka yang berhadapan langsung dengan kantor pusat JT. Adanya kitab-kitab
tersebut memudahkan para jemaahnya untuk melakukan tabligh. Hal ini
disebabkan, bagi JT, siapa pun dapat menjadi seorang dai.
Fokus tabligh yang
disampaikan oleh JT adalah ajakan untuk menunaikan praktik-praktik ibadah yang dianjurkan
dan melakukan perbaikan terhadap perilaku umat manusia. JT bahkan menghindari
berbagai hal, yang oleh ormas lain menjadi fokus, dalam tabligh yang mereka
lakukan.
Salah satu yang dihindari
JT dalam melaksanakan visinya adalah melakukan kritik terhadap budaya, adat,
dan atau kebiasaan buruk. Bagi kelompok ini, praktik-praktik yang buruk tersebut
dengan sendirinya akan hilang tatkala tradisi baik telah menjadi kebiasaan
umat. Sederhanaya, fokus tabligh JT adalah fadha’il.
Dengan demikian,
kitab-kitab yang digunakam JT sebagai pedoman berisikan ajakan-ajakan untuk berbuat
baik, baik ibadah lahiriyyah mau pun bathiniyyah. sebagaimana telah
disebutkan di atas, perbaikan perilaku masa kini dilakukan bukan dengan secara
langsung mengkritiknya, tetapi dengan membandingkannya dengan perilaku baik orang-orang
masa lalu.
Kitab Hikayat
al-Shahabah misalnya, menggambarkan perilaku manusia di dua masa, masa lalu
(yang terkandung dalam tradisi dan hadis Nabi) dan masa kini (yang dianggap jauh
menyimpang dengan standar perilaku Sahabat Nabi di masa lalu). Hadis dianggap sebagai
standar bagi perilaku manusia. Ini dikarenakan hadis dianggap sebagai otoritas yang
bukan buatan manusia, sehingga teladannya dapat berlaku sepanjang masa.
Salah satu
kutipan dalam kitab tersebut berbunyi:
“Inilah akhlak dari pribadi agung yang namanya
kita sebut-sebut, namun kita lepas kendali dalam amarah yang meluap-luap untuk membalas
gangguan kecil atau marah oleh seseorang yang melontarkan hinaan sehari-hari
sehingga kita menuntut balas sepanjang hidup kita, dan tak henti-hentinya
menyibukkan diri dalam melakukan aniaya diri (dhulm) hingga melampaui
batas. Namun kita tetap saja menyatakan diri sebagai pengikut Muhammad dan
meneladani Nabi. Nabi yang mulia, semoga keselamatan dan berkah Allah terlimpah
kepadanya, kendatipun menghadapi gangguan dan hambatan semacam itu, sama sekali
tidak melontarkan kutukan dan tidak membalas dendam.”
(edisi Malik: 11,
edisi Faizi: 18)
Kutipan tersebut membuktikan bahwa hampir
setiap kisah yang dituliskan di dalam kitab Hikayat al-Shahabah memuat
dua aspek, yaitu indahnya perilaku Nabi serta sahabatnya dan menyimpangnya
perilaku umat masa kini. Tema utama dalam Hikayat adalah cerita yang menunjukkan
bahwa hidup itu berat, namun dengan kesabaran dan keikhlasan orang-orang akan
menerima ganjarannya.
Hikayat juga memfokuskan ajarannya dalam
pendidikan perempuan dan anak-anak. Perempuan diharapkan dapat mendidik
anak-anak mereka untuk selalu berperilaku yang baik. Salah satu caranya adalah dengan
menceritakan kisah teladan masa lalu, sehingga membentuk karakter baik anak. Peleburan
perempuan dalam membentuk karakter merupakan salah satu tujuan utama JT, khususnya
dalam buku Bihishti Zewar.
Gerakan perbaikan
perilaku umat JT dapat dilihat secara langsung dari kitab utama yang mereka
gunakan, yaitu Fadha`il al-A’mal (keutamaan-keutamaan amal). Bagi JT, beberapa
kitab cukup menjadi rujukan dalam semangat untuk beramal. JT tidak menekankan
pembacaan terhadap berbagai macam buku. Sehingga, tak heran jika kemudian kitab-kitab
JT dibaca berulang kali.
Visi JT dapat dilihat
secara jelas dari penggunaan kitab lainnya, selain Hikayat dan Fadha`il.
Salah satu kitab lain yang menjadi pedoman JT dalam tabligh adalah kitab
Riyadh al-Shalihin karya Imam Nawawi (w.1277), yang digunakan oleh JT di
Perancis. Kitab ini digunakan karena isinya mirip dengan kitab Fadha`i’ al-A’mal,
yang berisikan hadis-hadis Nabi sebagai pedoman hidup. Perhatian kitab Riyadh
al-Shalihin terhadap nilai-nilai spiritual dengan mengutip berbagai hadis
sesuai dengan visi JT. Maka tak heran jika kitab ini juga digunakan sebagai pegangan
dalam tabligh.
Sebagai penutup, JT
dalam melakukan tabligh mengikuti metode yang dilakukan Nabi, sebagai seorang
teladan sejati. Dalam prosesnya, JT memanfaatkan mesjid-mesjid sebagai tempat
menyampaikan visinya, bukan kelas, kantor, gedung, atau tempat lainnya. Ini
dimaksudkan untuk menghidupkan kembali beragama peran mesjid, sebagaimana yang
terjadi di masa Nabi.
Demikianlah bagaimana Jamaah Tabligh dalam menyampaikan visinya (memperbaiki perilaku umat masa kini); dengan menggunakan hadis dan hikayat masa lalu sebagai tolak ukur perbuatan dan teladan; disampaikan dengan tabligh oleh jemaahnya dengan kitab-kitab pegangan; dilakukan di dalam mesjid.
Daftar Bacaan:
Metcalf, D. Barbara. “Living Hadis di Jamaah Tabligh”. Terj. Saifuddin
Zuhri.
Komentar
Posting Komentar