Framing Media: Konstruksi atas Realitas


Kenapa Framing? 

Untuk mengenal atau mengetahui apa itu “framing”, kita bisa memulainya dengan beberapa pertanyaan mendasar terhadap keterkaitan antara media, peristiwa dan berita. Secara sadar kita, atau mungkin hanya beberapa orang, pernah bertanya-tanya kenapa dari begitu banyak peristiwa yang terjadi, sering kali, hanya beberapa peristiwa yang diberitakan oleh media? Mengapa aspek ini diberitakan sedangkan aspek yang itu tidak, atau bahkan sengaja dihilangkan? Ini menunjukkan bahwa media tidaklah memberitakan realitas apa adanya. 

Media bukanlah saluran yang bebas. Media bersifat subjektif, hal ini dapat kita lihat dari bagaimana suatu peristiwa yang sama diberitakan secara berbeda oleh berbagai media. Hal ini karena media mengkonstruksi sebuah realitas. Hasil konstruksi inilah yang disebut sebagai “framing”. Untuk lebih memahami apa itu framing, dapat kita gunakan ilustrasi jendela. Kita dapat melihat sesuatu secara lebih jelas, luas, dan utuh dari jendela apabila jendela tersebut terbuka lebar. Sebaliknya apabila jendela tersebut tidak terbuka lebar, maka pandangan kita menjadi lebih terbatas. Misalnya terdapat bingkai di jendela tersebut, maka yang bisa kita lihat hanyalah apa yang ada di dalam bingkai tersebut. Inilah akibat dari adanya bingkai tersebut. Dengan demikian, adanya framing dari media adalah agar pembaca, penonton, atau pendengarnya hanya melihat sisi tertentu dari suatu berita. 

Maka, secara sederhana, analisis framing adalah sebuah upaya untuk mengetahui dan memahami bagaimana media membingkai suatu realitas, yang kemudian ditampilkan kepada masyarakat. Dengan demikian akan kita pahami sisi mana dari sebuah peristiwa yang ditonjolkan dan sisi mana yang dihilangkan oleh media, dan akan kita pahami mengapa hal ini terjadi. Sebab, fokus perhatian analisis framing adalah bagaimana media memahami dan memaknai realitas, dan dengan cara apa realitas itu ditandakan. Sehingga, pandangan kita mengenai suatu berita ditentukan oleh media yang telah mengkontruksi sebuah peristiwa.

Apa Itu Analisis Framing?

Telah kita ketahui bahwa berita yang ditampilkan media bukanlah realitas itu sendiri, melainkan hasil dari kontruksi atas realitas. Media dan wartawan adalah agen yang secara aktif membentuk suatu berita. Apapun yang kita dapat dari sebuah media, itu haruslah dipahami sebagai sebuah hasil kontruksi. Bagaimana bingkai atau framing yang dikembangkan oleh media merupakan titik perhatian dalam anilisis framing. Sehingga, melihat bagaimana media melakukan konstruksi terhadap realitas adalah hal yang dilakukan dalam analisis ini. 

Maka, terdapat dua esensi utama dalam analisis framing. Pertama, bagaimana peristiwa dimaknai oleh media. Ini terkait dengan bagian mana yang dimunculkan dan bagian mana yang dihilangkan. Kedua, bagaimana realitas itu ditulis atau ditampilkan. Ini sangat berkaitan dengan penggunaan diksi (kata, frasa, kalimat, dll), dan hal lainnya yang dapat mengarahkan pembaca atau pendengar kepada apa yang dihendaki oleh media, seperti gambar dan hal lainnya. Inilah yang menjadi perbedaan anatara analisis isi kuantitatif dan analisis framing, dimana analisis isi menekankan isi sebuah pesan atau teks sebagai bahan analisis. 

TEKS BERITA: Pandangan Konstruksionis

Terdapat dua golongan dalam analisis, yaitu positivis dan konstruksionis. Kajian analisis framing adalah kajian yang dipegangi oleh golongan konstruksionis. Konstruksionisme sendiri merupakan sebuah konsep yang diperkenalkan oleh sosiolog interpretatif, yaitu Peter L. Berger. Baginya, realitas bukanlah sesuatu yang dibentuk secara ilmiah. Realitas juga bukan sesuatu yang diturunkan oleh Tuhan. Realitas adalah hasil pembentukan dan konstruksi oleh manusia, yang mana masing-masing individu memiliki pengalaman, pendidikan, preferensi, dan lingkungan sosial yang berbeda-beda. Sehingga, sebuah realitas akan dikonstruksi secara berbeda oleh individu yang berbeda, dengan subjektifitasnya masing-masing.  

Teori tiga momen Berger memiliki peran yang sangat signifikan dalam pandangan konstruksionis. Berita merupakan produk interaksi antara wartawan dan fakta. Dalam proses internalisasi (manusia dipengaruhi oleh masyarakat), wartawan dilanda oleh realitas. Realitas diamati oleh wartawan dan diserap dalam kesadaran wartawan. Dalam proses eksternalisasi (usaha pencurahan atau ekspresi diri manusia ke dalam dunia), wartawan menceburkan dirinya untuk memaknai realitas. Terjadi proses dialektika antara apa yang ada di dalam pikiran wartawan (eksternal) dan apa yang dilihat oleh wartawan (internalis). Karena itu, berita adalah hasil interaksi antara kedua proses tersebut. 

Berikut akan kita lihat bagaimana pandangan kaum konstruksionis memandang berita, serta perbedaannya dengan kaum positivis:

Fakta atau Peristiwa adalah hasil konstruksi
Bagi kaum konstruksionis, realitas itu bersifat subjektif. Kebenarannya bersifat relatif, tergantung bagaimana wartawan mengkonstruksi sebuah berita. Sedangkan bagi kaum positivis, realitas bersifat objektif. Bagi mereka, ada aspek eksternal yang ada dalam suatu peristiwa sebelum wartawan meliputnya, sehingga wartawan dapat menyalin sebuah realitas atau fakta apa adanya. 

Media adalah agen konstruksi
Bagi kaum positivis, media adalah sebuah saluran yang atau saran yang bertugas untuk menyebarkan suatu peristiwa kepada penerima secara apa adanya. Sedangkan bagi kaum konstruksionis, media adalah agen yang secara aktif menafsirkan realitas, dan kemudian menyampaikannya kepada khalayak. Sehingga, berita yang sampai kepada masyarakat adalah hasil konstruksi media, bukan peristiwa itu sendiri apa adanya.

Berita bukan refleksi dari realitas. Ia hanyalah konstruksi dari realitas
Bagi kaum positivis, berita adalah cerminan dari refleksi kenyataan. Karena itu, berita haruslah sama dengan fakta yang ada. Sedangkan bagi kaum konstruksionis, berita tidak mungkin sekedar cerminan realitas. Sekali lagi ia merupakan hasil konstruksi.

Berita bersifat subjektif
Kurang lebih dengan poin-poin sebelumnya, bahwa menurut kaum konstruksionis, berita yang dilaporkan tidak mungkin dapat terlepas dari subjektivitas wartawan. Itu karena opini dan perspektif tidak mungkin dapat dihilangkan secara utuh. Ini berlawanan dengan kaum positivis yang menganggap bahwa opini wartawan dapat dan harus dibuang dalam meliput dan menyampaikan berita.   

Wartawan bukan pelapor, Ia agen konstruksi
Disini wartawan, menurut kaum positivis, adalah seorang pelapor. Ia dapat menyajikan berita yang sesuai dengan fakta apabila ia dapat bekerja secara profesional. Sedangkan bagi kaum konstruksionis, wartawan bukanlah pelapor apa adanya. Ia adalah partisipan yang menjebatani keragaman subjektivitas. 

Etika, pilihan moral, dan keberpihakan wartawan adalah bagian integral dalam produksi berita.
Subjektivitas dapat dibuang, menurut kaum positivis, apabila seorang wartawan dapat secara tegas membedakan antara fakta dan opini. Dengan demikian, subjektivitas dapat dibuang. Kaum konstruksionis justru sebaliknya, menyatakan bahwa subjektivitas tidak mungkin dapat dibuang atau sekedar dihindari.
Wartawan bukanlah robot yang meliput berita apa adanya.

Nilai, etika, dan pilihan moral peneliti menjadi bagian integral dalam penelitian
Hampir sama dengan poin sebelumnya, bahwa menurut kaum positivis, seorang wartawan haruslah bebas nilai, dimana etika dan pilihan moral wartawan tidak boleh ambil bagian dalamm penyampaian berita. Sedangkan kaum konstruksionis dengan tegas menyatakan bahwa pilihan moral, etika, dan keberpihakan merupakan hal yang tidak mungkin dapat terlepas dari wartawan.

Khalayak mempunyai penafsiran tersendiri atas berita
Konsekuensi dari pandangan positivis bahwa berita adalah sesuatu yang bersifat objektif, maka apa yang dipahami oleh masyarakat haruslah sesuai dengan apa yang diberitakan oleh media. Padahal, bagi konstruksionis, khalayak memiliki pendapatnya masing-masing dalam menanggapi sebuah berita. Maka tak heran banyak terjadi perbedaan pendapat atau pemahaman atas satu berita yang sama. 

Demikianlah sedikit tentang apa itu framing, analisis framing, dan bagaimana pandangan kaum positivis dan konstruksionis dalam memandang berita. 


Sumber Bacaan:
Eriyanto. Analisis Framing. 

Komentar

Postingan Populer