K.H. Hasyim Muzadi dan Penyatuan Kalender Islam
Pada hari Kamis pagi tanggal
16 Maret 2017 bertepatan dengan tanggal 17 Jumadil akhir 1438 bangsa
Indonesia kehilangan ulama besar K.H. Hasyim Muzadi. Beliau meninggal
dunia di kediamannya di kota Malang Jawa Timur dan dimakamkan di
Kompleks Pondok Pesantren Al-Hikam Depok sesuai amanatnya kepada
keluarga. Berbagai media massa lokal maupun nasional yang terbit hari
Jum’at 17 Maret 2017/ 18 Jumadil akhir 1438 menjadikan sebagai
“headline”. Stasiun-stasiun televisi juga tidak ketinggalan menghadirkan
para tokoh untuk mengupas pemikiran dan kenangan bersama beliau.
Hasyim Muzadi secara luas
dikenal sebagai pejuang Islam moderat, bahkan Presiden Joko Widodo
menyebutnya sebagai “guru kebhinekaan”. Salah satu mimpi beliau
sebagaimana yang ditulis oleh Abdul Mu’ti adalah persatuan umat Islam.
Untuk itu langkah yang ditempuh membangun komunikasi dengan
Muhammadiyah. Saat itu hubungan Muhammadiyah dan Nahdlatul Ulama agak
kurang harmonis akibat perpolitikan nasional. Pada periode kedua
kepemimpinannya sebagai Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama dan
Muhammadiyah dipimpin oleh Din Syamsuddin hubungan Muhammadiyah dan
Nahdlatul Ulama mulai cair dan harmonis.
Hasyim Muzadi dan Din Syamsuddin
memiliki visi yang sama tentang ukhuwah Islamiyah. Mimpi Hasyim Muzadi
dan Din Syamsuddin tentang ukhuwah Islamiyah sejalan dengan visi Hasyim
Asy’ari dan Ahmad Dahlan. Menurut Hasyim Asy’ari penyatuan visi
keagamaan merupakan prasyarat bagi terciptanya hubungan harmonis dalam
wadah umat. Himbauan Hasyim Asy’ari dalam Mawaidz memperoleh respons positif dari berbagai kelompok Islam. Salah satu bagian dari Mawaidz itu
adalah “…….Djanganlah kamu djadikan semuanja itu menjadi sebab
bertjerai-berai, berpetjah-belah, bertengkar-tengkar dan
bermusuh-musuhan. Karena sesungguhnja jang demikian itu adalah melanggar
hukum Tuhan dan dosa jang besar. Itulah jang menjebabkan
runtuh-leburnja bangunan suatu bangsa, sehingga tertutuplah dihadapannja
setiap pintu kebaikan. Itulah sebabnja maka dilarang Allah hamba Nja
jang beriman dari ber-tengkar-tengkaran, dan diberinja ingat dengan
sangat akan akibatnya jang sangat buruk dan natidjahnja jang sangat
menjedihkan”.
Begitu halnya, dalam pandangan
Ahmad Dahlan persatuan dan kebersamaan merupakan sebuah keniscayaan.
Ahmad Dahlan mengatakan “….kerja sama adalah prinsip kesatuan
hidup…kebaikan dan kecerdasan adalah kesediaan memahami pikiran yang
baik dan bijaksana. Orang yang kuat adalah orang yang bersedia mengakui
kebenaran dan kebaikan orang lain”.
Kaitannya dengan penyatuan
kalender Islam Hasyim Muzadi dan Din Syamsuddin berusaha mencari jalan
keluar agar umat Islam memiliki kalender Islam yang mapan sehingga dapat
memulai dan mengakhiri Ramadan bersama-sama. Hasyim Muzadi dengan tegas
menyatakan di tangan Muhammadiyah dan Nahdlatul Ulama, nasib umat dan
bangsa ini berada. Karena itu, kalau umat bersatu, banyak yang bisa
dikerjakan dan banyak yang bisa diraih. Sebaliknya, kalau umat
bercerai-berai maka sedikit yang bisa dilakukan dan banyak masalah yang
akan dipanen. Untuk mewujudkan mimpinya langkah awal yang dilakukan
adalah mempertemukan para tokoh astronomi Islam Muhammadiyah dan
Nahdlatul Ulama di Kantor Pengurus Besar Nahdlatul Ulama. Kegiatan ini
terlaksana pada tanggal 20 Ramadan 1428/2 Oktober 2007. Pertemuan ini
berjalan santai, penuh kekeluargaan, dan langsung dipimpin oleh Hasyim
Muzadi didampingi Nasaruddin Umar dan turut hadir Menteri Agama RI
Maftuh Basyuni.
Melalui pertemuan ini
masing-masing pihak bertukar pikiran dan saling memahami konsep yang
dikembangkan dalam mengawali dan mengakhiri Ramadan. Selanjutnya pada
tanggal 26 Zulkaidah 1428/ 6 Desember 2007 rombongan Lajnah Falakiah PB
NU bersialturrahmi ke Pimpinan Pusat Muhammadiyah di Yogyakarta sebagai
kunjungan balasan dalam rangka mendiskusikan penentuan awal bulan
kamariah sebagai tindak lanjut pertemuan sebelumnya. Pertemuan ini lebih
cair masing-masing pihak menyadari pentingnya persatuan demi
kepentingan umat. Patut dicatat gagasan Hasyim Muzadi ini sangat positif
dan masih relevan untuk dikembangkan bagi upaya penyatuan kalender
Islam. Oleh karena itu perlu ditindaklanjuti oleh para pimpinan ormas
Islam, khususnya Muhammadiyah dan Nahdlatul Ulama untuk menjalin
komunikasi yang lebih intensif sehingga dapat ditemukan “solusi bersama”
dalam mengawali dan mengakhiri Ramadan.
Wa Allahu A’lam bi as-Sawab.
Bukit Angkasa, 1 Syakban 1438/ 28 April 2017, pukul 03.00 WIB
*) Guru Besar Fakultas Syari’ah dan Hukum UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta.
Komentar
Posting Komentar