Sejarah Sosial: Sejarah Tidak Melulu Soal Raja dan Kerajaannya


Oleh: Isbaria*

Keumuman uraian sejarah yang berusaha ditampilkan oleh para sejarawan hingga kini dapat disebut sukses menggiring perspektif kita selaku penikmat sejarah untuk beranggapan bahwa sejarah adalah soal raja-raja, kesuksesan negeri atau wilayah yang dikuasainya. Sejarah adalah soal anak-menantu yang dijadikan penerus kerajaannya dan lain sebagainya. Dalam keanekaragamannya, sebagaimana yang dipelajari dalam pelajaran Sejarah Kebudayaan Islam, sejarah Islam adalah tentang dinasti-dinasti seperti Umayyah, Abbasiyah, Usmaniyah dan lainnya yang uraian seperti itu hampir melalaikan kita pada aspek lain dalam sejarah itu sendiri.

Dalam penulisan historiografi (ilmu tentang kesejarahan), terdapat perspektif berbeda yaitu sejarah sosial. Objek kajian sejarah jenis ini tidak melulu soal raja dan kerajaannya. Sejarah sosial menitikberatkan pada bagaimana masyarakat dan lingkungan sekitarnya bekerja sehingga membentuk proses berkelanjutan yang sistematis tanpa campur tangan politik atau kuasa yang otoritarianis. Cakupan kajian sejarah sosial justru diawali dari sejarah yang bersifat lokal atau pinggiran (periphery). Hal-hal yang erat kaitannya juga adalah tentang perubahan sosial, perubahan nilai dan asas, agama da tradisi kebudayaan masyarakat yang turut andil berkelindan hingga menimbulkan masalah sosial.

Kenyataannya, sejarah sosial bergerak pada ranah kompleksitas kehidupan masyarakat sehingga sulit membedakan mana tatanan yang bersifat formalitas atau bukan. Selain itu juga berpengaruh pada proses terbentuknya sebuah modernitas, kapitalisme, ekonomis, humanis, radikalisme, puritanisme, hingga pada ideologi sebuah negara. Kajian sejarah sosial berada pada ranah sejarah masyarakat urban yang meliputi kajian kelas, kelompok sosial, mentalitas, dan budaya. Termasuk di dalamnya juga karya-karya tentang hal-hal di atas diantaranya karya tentang perubahan sosial atau pembentukan ideologi modernitas, kapitalisme, sosialis, industrualis, dan nasionalis. Di antara sekian banyak karya yang telah ditulis salah satunya adalah buku Sartono Kartodirjo yang berjudul Pemberontakan Kaum Petani Banten 1888 yang awalnya berjudul Peasant Revolt of Banten in 1888 yang mana ini adalah disertasinya terdiri dari 10 bab. Ada juga kumpulan tulisan dalam Sartono Kartodirjo (1990) yang berjudul Kepemimpinan Dalam Dimensi Sosial. Salah satu tulisan di sana adalah berjudul Bandit Sosial yang ditulis oleh E.J. Habsbown. Atau karya Robert Bridson Gribb (1990) yang berjudul Gejolak Revolusi di Jakarta 1945-1949: Pergulatan Antara Otonomi dan Hegemoni yang telah di-review oleh Agus Mulyana dalam sebuah artikel berjudul Robert Bridson Gribb dan Sejarah Sosial: Suatu Tinjauan Historiografi.

Perspektif sejarah sosial tidak ketinggalan dipakai kala menelusuri bagaimana hadis hidup berkelindan dengan masyarakat heterogen terutama Muslim di seluruh dunia. Adalah Richard Bulliet melalui karyanya Islam, The View from The Edge. Perspektif ini digunakan untuk meneliti masyarakat Jurjan, Iran pada abad ke-2-3 Hijriyah saat Islam melakukan perluasan kekuasaan dari tanah Arab ke daerah-daerah atau negara-negara non Arab. Karya ini berangkat dari kegelisahan dan keinginan Bulliet untuk membangun perspektif kritis dalam kajian historiografi. Bagaimana mungkin, sebuah daerah yang tak diperhitungkan sama sekali dalam sejarah secara umum dapat dijadikan objek kajian sejarah? Bagaimana signifikansi dan implikasinya bagi kesejarahan dunia?

Justru, Bulliet mengganggap bahwa inilah yang dikehendaki dari perspektif sejarah sosial sebagai pendekatan baru dalam kajian historiografi. Masyarakat dan segala komponennya layak diteliti karena banyak memberi andil dalam pembentukan sistem baru atau pengaruh besar pada kehidupan yang kompleks nantinya. Lantas, bagaimana otoritas keilmuan dalam pandangan sejarah sosial? Berkaitan dengan penelitian Bulliet, bagaimana hadis dapat sampai dan hidup di dalam masyarakat Jurjan, Iran sehingga mempengaruhi setiap lini perikehidupan adalah ulama yang memiliki kharisma dan wibawa dalam menyampaikan risalah dan nilai yang terdapat dalam al-Quran dan Hadis Nabi. Dapat ditarik kesimpulan, bahwa cara pandang ini ditujukan untuk melengkapi bahwa sejarah tidak melulu soal raja dan kerajaannya. Sejarah sosial memberi warna lain dalam ranah kesejarahan dunia bahwa masyarakat dan segala pokok-pokok kehidupan turut andil dalam membentuk pengaruh dan menciptakan budaya.

Dalam sejarah sosial digunakan metode empirikal dan investigatif. Metode empirikal melibatkan indera dan mengelaborasi dengan pengalaman sedangkan investigative adalah melakukan investigasi ke individu-individu atau personal objek penelitian misal masyarakat yang ingin diteliti. Dalam kasus yang dipakai Bulliet sendiri, ia menginvestigasi  individu-individu sebagai unsur pembentuk lingkungan sosial atau komunitas kecilnya. Seperti Ulama, yang diteliti adalah seberapa jauh otoritas keagamaan dan keilmuannya di masyarakat Jurjan, Iran? Bagaimana dampak dari pengaruh mereka bagi masyarakat beragama Jurjan, Iran? Dalam hal ini, peranan transmisi hadis dilakukan oleh keluarga keturunan Abu Bakr al-Isma’ili. Bulliet mendapati bahwa ada beberap faktor yang menimbulkan keterpengaruhan otoritas ulama di Jurjan diantaranya faktor kegigihan dalam mendidik anak-anak masyarakat Jurjan terutama generasi laki-laki, faktor kekuasaan (power), dan faktor ekonomi (money).

Perspektif sejarah sosial memberi kontribusi besar dalam ranah studi living hadis. Diantaranya dialog antar golongan, aliran, dan madzhab dalam tradisi keilmuan Islam membuka corak dialektika antara ruang lingkup otoritas penyampai keilmuan dengan penerima yaitu masyarakat lokal tertentu. Aspek lain juga yaitu sebagai bukti bahwa ke-universal-an Islam dapat diterima di seluruh dunia tidak akan pernah lepas dari konteks lokal.


*Mahasiswi Ilmu Hadis Semester VI UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta

Komentar

Postingan Populer