Tepatkah Memaknai Al-Wazaghah dalam Hadis Sebagai Cecak?
Hadis merupakan salah satu pedoman hidup
yang ditinggalkan oleh Rasulullah bersama al-Quran, khususnya dalam
bidang hukum. Sangat penting bagi manusia untuk mengerti maksud dari
sebuah sumber hukum. Namun, perlu diketahui bahwa memahami hadis
tidaklah mudah. Banyak bidang ilmu yang harus dikuasai ketika seseorang
berusaha menemukan makna yang terkandung dalam sebuah hadis, salah
satunya adalah bahasa Arab.
Meski demikian, ternyata banyak masyarakat
yang begitu mudahnya mengaku paham akan kandungan suatu hadis hanya
dengan melihat terjemahan yang ada. Padahal, jika kita teliti lebih
dalam, banyak terjemahan-terjemahan hadis dalam bahasa Indonesia yang
kurang, bahkan tidak tepat.
Itu bisa jadi karena tidak adanya kosa kata
yang memadai/tepat untuk menerjemahkan kata tertentu dalam bahasa Arab.
Atau, itu bisa disebabkan karena bahasa Arab mengalami perubahan dan
perkembangan, mengingat ada jarak belasan abad antara bahasa hadis dan
bahasa Indonesia kini.
Termasuk contoh kekeliruan dalam memaknai hadis hanya berdasarkan terjemahan adalah hadis mengenai wazaghah
yang biasanya diterjemahkan dengan kata cecak. Sehingga, membunuh cecak
dianggap sebagai suatu sunah karena terdapat hadis yang menerangkan
untuk membunuh wazaghah.
Salah satu hadis berkenaan dengan wazaghah ini diriwayatkan oleh Imam Muslim dari Abu Hurairah bahwa Nabi Muhammad saw bersabda:
“Barang siapa yang membunuh wazaghah
pada pukulan pertama (sekali pukulan), maka baginya begini dan begini
kebaikan. Dan barang siapa yang membunuh wazaghah pada pukulan kedua,
maka baginya begini dan begini kebaikan, lebih sedikit daripada pukulan
pertama. Dan barang siapa yang membunuh wazaghah pada pukulan ketiga,
maka baginya begini dan begini kebaikan, lebih sedikit daripada pukulan
kedua” (HR. Muslim: 2240)
Dalam hadis lain diterangkan alasan mengapa wazaghah diperintahkan untuk dibunuh. Hadis tersebut diriwayatkan oleh Ibnu Majah, yaitu artinya:
“Dari Saibah budaknya al-Fakih bin
al-Mughirah, bahwasanya dia mengunjungi ‘Aisyah dan melihat panah
tergantung. Maka dia bertanya: “Wahai Ummu al-Mu’minin! Apa yang kau
perbuat dengan ini? ‘Aisyah menjawab: “Kami membunuh al-awzaq dengan
ini”. Karena sesungguhnya Nabi saw memberitahu kami: “Sesungguhnya
ketika Nabi Ibrahim dilemparkan ke kobaran api, (pada saat itu) tidak
ada satu pun hewan melata di bumi yang tidak (berusaha) memadamkan api
itu kecuali al-wazagh. Sesungguhnya ia meniup api tersebut (agar tetap
menyala). Maka Rasulullah saw menyuruh agar membunuhnya” (HR. Ibnu Majah: 3231)
Hadis-hadis di atas menjadi dalil bagi
masyarakat untuk membunuh cecak. Masyarakat yang senang akan ganjaran
kebaikan yang begitu besar yang bisa didapat dengan mudah, tentu
menyenangi hadis-hadis semacam ini. Sehingga, adalah hal yang wajar jika
kita temui banyak masyarakat yang membunuh cecak dengan harapan
mendapat ganjaran kebaikan.
Apalagi, alasan dibunuhnya wazgahah
adalah karena ia adalah hewan yang berusaha meniup kobaran api yang
membakar Nabi Ibrahim agar tetap menyala. Padahal, ada hadis lain yang
lebih rasional yang menerangkan alasan mengapa wazaghah diperintahkan untuk dibunuh. Dan sayangnya hadis ini jarang diketahui oleh masyarakat.
Hadis yang dimaksud adalah:
عَنْ عَامِرِ بْنِ سَعْدٍ، عَنْ أَبِيهِ، أَنّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ” أَمَرَ بِقَتْلِ الْوَزَغِ وَسَمَّاهُ فُوَيْسِقًا “
“Dari Sa’ad, bahwasanya Nabi SAW memerintahkan untuk membunuh al-wazagh, dan beliau menamainya dengan fuwaisiq (berbahaya)” (HR. Muslim: 2241).
Meski tidak ada redaksi yang jelas mengenai mengapa al-wazagh diperintahkan
untuk dibunuh dalam hadis di atas, ada indikasi yang menunjukkan kepada
hal yang dimaksud, yaitu karena ia termasuk hewan yang berbahaya (fuwaisiq). Hadis ini jelas lebih rasional dibandingkan dengan hadis sebelumnya.
Namun, perlu diingat dan diperhatikan juga bahwa kata fuwaisiq
dalam hadis tersebut diterjemahkan dengan hewan durhaka. Padahal, Imam
al-Nawawi ketika memberikan penjelasan/syarah hadis ini membandingkannya
dengan hadis khamsu fawasiq (lima hewan berbahaya), yang berarti kata fuwaisiq (tashgir dari fawasiq) adalah hewan yang berbahaya, bukan hewan durhaka.
Sebagaimana telah disinggung sebelumnya,
bahwa ketelitian terhadap bahasa Arab merupakan salah satu hal yang
sangat penting dalam memahami hadis. Maka, dalam hadis-hadis ini pun
terdapat kata yang mesti dimaknai secara lebih tepat, khususnya kata wazaghah.
Dalam kamus Lisan al-‘Arab karya Ibnu Manzhur (w. 711 H), kata al-wazagh diartikan dengan al-duwaibbah (الْدُوَيْبَّةُ), isim tashghir dari kata dabbah yang berarti hewan melata yang kecil. Dijelaskan pula bahwa al-wazagh adalah sawamm/samm abrash(سَوامُّ/سامُّ أَبْرَصَ), hewan yang bisa menyebabkan penyakit kulit.
Selain itu, dalam kamus yang sama, terdapat beberapa hewan lain yang juga disebut dengan al-wazagh. Seperti al-Khunnaj yang juga disamakan dengan al-wazaghah. Al-khunnaj adalah hewan seperti al-tsu’abah, hewan melata yang ukurannya lebih besar daripada al-wazaghah.
Dalam al-Mu’jam al-Wasith yang diterbitkan oleh Mu’jam al-Lughah al-‘Arabiyyah, Kairo, diterangkan bahwa setiap hewan yang memiliki racun disebut dengan samm abrash, sejenis al-wazaghah. Dari beberapa makna di atas maka dapat dipahami bahwa wazaghah bukanlah hewan tertentu, seperti cecak atau tokek, melainkan jenis hewan.
Argumen ini diperkuat dengan penjelasan
Imam al-Nawawi yang mengaitkannya dengan hadis lima hewan berbahaya,
yaitu tikus, kalajengking, elang, gagak, dan anjing gila. Bahkan, lima
hewan ini boleh dibunuh oleh orang yang sedang berada dalam ihram.
Namun, Naql bin ‘Abd al-Hakam mengambil pendapat imam Malik yang menyatakan bahwa wazaghah tidak boleh dibunuh dalam keadaan ihram. Alasannya adalah, menurut al-Qasim, karena ia bukan termasuk khamsu fawasiq. Meski demikian, ada pendapat lain yang menerangkan kebolehan membunuh wazaghah dalam keadaan ihram, yaitu jika hewan tersebut mengancam keamanan seseorang.
Dengan demikian jelas bahwa menerjemakah kata al-wazagh dengan cecak atau tokek merupakan hal yang keliru (untuk tidak dikatakan salah). Al-wazagh,
berdasarkan analisis bahasa di atas, akan lebih tepat jika
diterjemahkan dan dimaknai dengan hewan yang bisa menyebabkan penyakit
kulit.
Sehingga, membunuh cecak tidaklah akan
menyebabkan pelakunya mendapatkan ganjaran pahala yang teramat besar,
mengingat ia bukanlah hewan yang berbahaya bagi keamanan dan kesehatan
manusia, sebagaimana hewan-hewan yang disebut sebagai khamsu fawasiq.
Artikel diambil dari https://artikula.id/taufikurrahman/tepatkah-memaknai-al-wazaghah-dalam-hadis-sebagai-cecak/
Artikel diambil dari https://artikula.id/taufikurrahman/tepatkah-memaknai-al-wazaghah-dalam-hadis-sebagai-cecak/
Komentar
Posting Komentar